JODOH
“Walaupun kita tidak jadi nikah, kita
tetap jodoh. Jodoh rakyat pemimpin.”
Babak
I
Panggung menggambarkan seting taman. Terdapat sebuah bangku panjang disana.
Background panggung dipenuhi oleh lebarnya siluet.
Adegan
1 (Adegan full gesture dibalik suluet)
Dibalik siluet, hanya bayangan yang terlihat.
Dibalik siluet yang merupakan gambaran
kehidupan manusia. Dan dibalik siluet, dimana terlihat bayang Buriswara yang
tengah dibuat kasmaran oleh kekasihnya,
Rara Ireng.
Burisrawa : Dedalane
wong akrami
Dudu bondo dudu rupo
Amung ati pawitane
angel pisan luput pisan
Yen gampang luwih gampang
Yen angel, angel kelangkung
Tan keno tinumbas arto (macapat asmarandana)
Dudu bondo dudu rupo
Amung ati pawitane
angel pisan luput pisan
Yen gampang luwih gampang
Yen angel, angel kelangkung
Tan keno tinumbas arto (macapat asmarandana)
Kecantikan Rara bak bunga jasmine.
Harum aromanya menghipnotis , memabukkan dan merangsang kerja hormon dopamin
pembangkit gairah seks setiap lelaki keparat yang melihatnya.
Burisrawa dan Rara tampak tengah beradu
kasih. Meraba. Mendesah.Menyentuh. Dan tersentuhlah kemben Rara.
Rara :
Jangan! Jangan kau sentuh kemben ku Burisrawa !
Burisrawa : (masih bernafsu)
Rara :
Bukan untukmu ranum payudaraku ! (menampar) Bukan untuk kau tumbuk juga lumpang
kewanitaanku !
Burisrawa :Kenapa Rara! Untukmu segalanya aku berikan !
Dibalik siluet itu, tengah beradu desah
nafsu Burisrawa dengan jerit penolakan Rara Ireng. Tengah beradu pula pikiran
dan hati Burisrawa atas penolakan Rara Ireng. Tangan Rara menampar wajah
Burisrawa. Tamparan itu bukanlah apa apa jika dibanding pukulan gada Bima. Tak
seberapa dengan tancapan panah Permadi. Tapi bak sebatang lidi yang menembus
perut dan tepat menusuk hati Burisrawa. Dilepaskanya cengkraman pada paha Rara
bersama harapan dan cintanya. Rara pergi meninggalkan Burisrawa dengan pilur
pilur luka.
Burisrawa : Rara
Ireng kembang Widarakandang
Kepadamu aku mabuk kepayang
Setiap malam kau menghiasi mimpi
Seanggun Wulan berselendang pelangi
Jangan kau tolak cintaku denok Rara!
Meski wajahku seburuk raksasa
Namun kesetiaanku melampau permadi
dan setara Bunda Setyawati
Rara Ireng, namun apa mau dikata?
Apabila hanya kemewahan yang kau dambakan
Hingga perawanmu seharga kerennya rupa
Bukan jiwaku yang lantas remuk berkepingan (Suluk Burisrawa, Sri Wintala)
Kepadamu aku mabuk kepayang
Setiap malam kau menghiasi mimpi
Seanggun Wulan berselendang pelangi
Jangan kau tolak cintaku denok Rara!
Meski wajahku seburuk raksasa
Namun kesetiaanku melampau permadi
dan setara Bunda Setyawati
Rara Ireng, namun apa mau dikata?
Apabila hanya kemewahan yang kau dambakan
Hingga perawanmu seharga kerennya rupa
Bukan jiwaku yang lantas remuk berkepingan (Suluk Burisrawa, Sri Wintala)
Tapi
aku percaya bahwa kau adalah jodohku
Jodohku… jodohku… jodohku (gema)
Jodohku… jodohku… jodohku (gema)
Lampu
mati
Adegan 2
Sepasang
kekasih tengah duduk berdua. Menikmati lembayung yang tak kunjung menyingsing.
Ronu :
Kekasihku…. Betapa ingin aku duduk berdua denganmu pada sebuah tepi muara
sungai. Disana akan kita lihat derasnya dua sungai yang beradu satu menyapu
semua ragu. Termasuk ragumu padaku, juga… raguku padamu.
Gendis :
Ah, bagiku wis cukup duduk berdua denganmu diatas bangku ini. Lihat kangmas,
dari sini kita bisa melihat lembayung yang tak kunjung menyingsing. Sebentar
lagi segerombolan burung gagak pembawa pesan kematian akan terbang ke barat
mengantar terbenamnya matahari. Kuharap saat melintas diatas kita, tak ada
kabar kematian apapun yang akan ia sampaikan pada kita.yo termasuk kabar
kematian hati sang kekasih untuk kekasihnya. Semoga saja.
Mereka
saling menatap . Kedua mata yang saling membuka, namun siapa sangka hatinya
menutup. Menutupi keragu raguan cinta mereka.
Gendis : Duduklah.
Duduklah pada bangku ini. Pada sebuah bangku yang selalu mengingatkanku
pada saat saat bersamamu.
Kau ingat tidak? Kala itu… pada sebuah bangku belakang kita duduk bersebelahan. Kadang aku bosan melihat pemandangan diluar jendela bis yang selalu memaparkan hijaunya padi. Sesekali aku melirikmu.
à Flashback ke adegan awal bertemu . Gesturisasi tunggal.
Pada sebuah bis kota yang melaju dari kota ke kota , tengah mengalunkan lagu ,mengantarkan tidur para penumpangnya.
Sorot jingga lampu jalan sesekali menerangi wajah seorang gadis (gendis, 16 th) di pojok bangku belakang. Ia tak tertidur. Tak bisa tidur. Dan tak mau tidur. Ia tengah menikmati gairah malamnya. Menikmati sentuhan sentuhan lembut lengan seorang pria(Ronu 17 th) yang tertidur disebelahnya. Berharap banyak tikungan menuju Jogja. Berharap bis melaju dengan kecepatan maksimal 20 km/jam. Berharap banyak penumpang yang naik turun.
Bis berhenti dan menaikkan penumpang wanita separuh Baya. Wanita itu membangunkan dan meminta Ronu untuk berbagi tempat duduk.
Bibi : Le, bangun.Geser .
Ronu pun berbagi tempat duduk dengan bibi itu. Lengan Ronu sedikit menindih lengan Gendis. Mereka duduk berdekatan. Sangat dekat. Semakin membuat Gendis harus menikmati gairah malamnya .
Ronu : Kau tidak tidur dari tadi ?
Gendis : (menggeleng) Kau tidak tidur lagi?
Ronu : (menggeleng) .Oh ya perkenalkan. Ronu J
Gendis : Gendis J
Bibi : (menguap ngantuk dan melantur) Kalian itu memang jodoh .
jodoh jodoh jodoh (gema)
Ronu dan Gendis terheran heran dengan perkataan Bibi. Dibalik keheranan mereka, mereka ingin mempercayainya. “Bukankan lanturan orang yang setengah sadar itu adalah sebuah kejujuran?” begitu yang ada dalam benak mereka
Kau ingat tidak? Kala itu… pada sebuah bangku belakang kita duduk bersebelahan. Kadang aku bosan melihat pemandangan diluar jendela bis yang selalu memaparkan hijaunya padi. Sesekali aku melirikmu.
à Flashback ke adegan awal bertemu . Gesturisasi tunggal.
Pada sebuah bis kota yang melaju dari kota ke kota , tengah mengalunkan lagu ,mengantarkan tidur para penumpangnya.
Sorot jingga lampu jalan sesekali menerangi wajah seorang gadis (gendis, 16 th) di pojok bangku belakang. Ia tak tertidur. Tak bisa tidur. Dan tak mau tidur. Ia tengah menikmati gairah malamnya. Menikmati sentuhan sentuhan lembut lengan seorang pria(Ronu 17 th) yang tertidur disebelahnya. Berharap banyak tikungan menuju Jogja. Berharap bis melaju dengan kecepatan maksimal 20 km/jam. Berharap banyak penumpang yang naik turun.
Bis berhenti dan menaikkan penumpang wanita separuh Baya. Wanita itu membangunkan dan meminta Ronu untuk berbagi tempat duduk.
Bibi : Le, bangun.Geser .
Ronu pun berbagi tempat duduk dengan bibi itu. Lengan Ronu sedikit menindih lengan Gendis. Mereka duduk berdekatan. Sangat dekat. Semakin membuat Gendis harus menikmati gairah malamnya .
Ronu : Kau tidak tidur dari tadi ?
Gendis : (menggeleng) Kau tidak tidur lagi?
Ronu : (menggeleng) .Oh ya perkenalkan. Ronu J
Gendis : Gendis J
Bibi : (menguap ngantuk dan melantur) Kalian itu memang jodoh .
jodoh jodoh jodoh (gema)
Ronu dan Gendis terheran heran dengan perkataan Bibi. Dibalik keheranan mereka, mereka ingin mempercayainya. “Bukankan lanturan orang yang setengah sadar itu adalah sebuah kejujuran?” begitu yang ada dalam benak mereka
Lampu
Mati
Adegan
3
Waktu kembali lagi ke kronologi semula
Gendis :
Itulah pertemuan pertama kita. Kau mengingatnya mas ?
Ronu :
Yo jelas to.Bagaimana mungkin aku lupa gendis.
Oh iya,pada sebuah bangku depan ruko. Apa kau ingat yang ini?
Oh iya,pada sebuah bangku depan ruko. Apa kau ingat yang ini?
Gendis :
(mengernyitkan dahi)
Ronu :
sekitar pukul 11 malam , kalau ndak salah itu adalah kencan kita yang ke tiga kalinya.
Setelah kita bosan menikmati musik musik
melankolis di sebuah café, kita berjalan menyelusuri lorong lorong gelap menuju alun alun kota. Sepanjang jalan ku
lihat kau tampak begitu gembira. Ah gendis… gendis…Candu canda mu mengundang
gerimis yang akhirnya hujan.
Kemudian kulepaskan sorjan ku untuk menutupi jenjang bahumu agar air tidak masuk dan membasahi dadamu. Kita berjalan menuju sebuah bangku depan Ruko dan kita duduk berdua. (diperagakan dibalik siluet)
Kemudian kulepaskan sorjan ku untuk menutupi jenjang bahumu agar air tidak masuk dan membasahi dadamu. Kita berjalan menuju sebuah bangku depan Ruko dan kita duduk berdua. (diperagakan dibalik siluet)
Gendis :
Lalu, apa kita duduk sedekat ini?
Ronu :
Tidak. Lebih dekat lagi.
Gedis :
Sedekat ini?
Ronu :
(mengangguk)
Gendis :
Lalu?
Ronu :
Lalu kita…… (bertatapan cukup lama, tersenyum )
Ronu :
Gendis… Dan pada sebuah bangku berkasur, bukan lagi anggur cinta yang akan kutuangkan kedalam cawan hatimu.
Gendis kasihku (menuju ke balik siluet)
Mari sini sayangku…
Gendis kasihku (menuju ke balik siluet)
Mari sini sayangku…
Gendis menuju ke balik siluet (Adegan
full gesture)
Ronu
melepaskan ikat rambut Gendis. Dibelainya rambut Gendis seperti angin
membelainya . Diciumnya wangi tubuh Gendis yang memabukkan. Bibir Gendis yang
merah rekah bak mawar yang menarik perhatian para serangga untuk segera
melumatnya. Birahi Ronu semakin membrutal menggelegak. Dipegangnya pinggang
Gendis dan akan mulai meraba setiap jengkal pangkal dangkal tubuhnya. Tiba tiba
…
Gendis :
Tidak Ronu ! Hentikan ! Aku ndak bisa!
Gendis
mendorong tubuh Ronu dan menuju ke panggung. Ia terduduk tertunduk.
Ronu :
Gendis!
Gendis :
Aku ndak bisa …
Ronu :
(Menghela nafas)Ya sudah .Ndak apa apa. Toh sekarang masih hari minggu. Masih
ada senin, selasa, rabu , kamis. Masih banyak hari, minggu juga bulan gendis.
Selama itu aku masih menunggumu .
Gendis : Kamis, lalu jumat , Sabtu dan kembali lagi
minggu. Dengan jawaban yang sama. Dan akan tetap sama ! Aku ndak bisa ronu!
Ronu :
Maksudmu tetap sama?
Gendis :
Apakah malam ini sungguh dingin hingga otakmu terlalu beku?!
Ronu :
Oooo yo, aku mulai paham.Tentang pesan kematian yang dibawakan oleh
gagak.Apakah itu tentang kematian cintamu?
Gendis :
Apa harus aku kobarkan api kecemburuan agar otakmu ndak lagi beku, hingga aku
ndak perlu menjawabnya?
Ronu :
Apakah benar hatimu telah mati?
Gendis :
Apakah kamu belum paham juga?
Ronu :
Jawab dulu pertanyaanku!
Gendis :
Aku sudah berulang kali menjawabnya! Tapi berulang kali kau tanyakan itu lagi!
Ronu :
Apakah kau tau? Gendis, apakah kau tahu! ada
hal yang benar benar ndak pengin aku ngerti malam ini!
Gendis menundukkan kepalanya.
Gendis :
Ini masalah orang tuaku mas.
Ronu :
Aku ndak pengin membicarakanya!
Gendis :
Berhentilah bersikap kekanak kanakan! Sampai kapan kita akan terus berpura pura
tidak terjadi apa apa?! (jeda)
Ronu …Orang tuaku…
Ronu …Orang tuaku…
Ronu :
Sama sepertimu ! Hanya pangkat dan harta yang kalian cari.
Gendis :
Aku ndak kaya gitu Ronu
Ronu :
(mendekati Gendis) Nek ngono…. Lakukanlah Gendis! Lakukanlah! Dengan ini, kita
bisa menikah. Bukankah kau cinta padaku ? Kau pernah bilang bahwa hanya aku
seorang yang kau cinta. Hahahaha. Aku masih ingat waktu itu kau bisikan dengan
mesranya ditelingaku , hingga membuat buluk kuduk ku merinding. Kemudian kau
terus bisikan berulang kali. Aku mencintaimu Ronu, Aku mencintaimu Ronu, Aku
mencintai.
Gendis :
Arjun.Aku mencintai Arjun . Aku mencintai Arjun . Aku mencintai Arjun .
Mata
Ronu terbelalak. Serasa ada yang berhenti berdetak dibalik dadanya. Cinta yang
bertahun tahun ia bangun seketika retak
Ronu :
O…..Kau bisikkan lirih ditelingakku bahwa kamu mencintaiku. Dan sekarang kamu
teriakkan dengan lantangnya bahwa kau mencintai arjun?
Gendis :
Ronu
Ronu :
Pergilah
Gendis :
Aku ha
Ronu :
pergi ! Jangan paksa aku untuk membentakmu gendis!
Gendis :
(menatap tajam dan merasa bersalah)
Ronu :
Pergilah bersama cintamu dan tinggalkan diriku ! Pergi! Kubilang pergi ! Pergi
gendis ! Pergi!
Gendis meninggalkan Ronu
Ronu :
Pergilah dan tinggalkan diriku bersama pilur pilur luka!Pergilah dan tinggalkan
diriku bersama pilur pilur luka! Aaaaaaagh ……Bibi………..!!! Kau bilang kami ini Jodoh !!!
Jodoh… Jodoh… Jodoh… (gema)
Tapi nyatanya dia pergi meninggalkanku!
Jodoh… Jodoh… Jodoh… (gema)
Tapi nyatanya dia pergi meninggalkanku!
Adegan 4
Fade
in Bibi .
Sosok itu lagi lagi muncul dengan
tetiba. Hanya lewat.
Bibi :
Kalian ini masih tetap jodoh. Hoaaaaam
Ronu :
Bibi? Kau ?
Agh!!!!!!! Gendis !!!
Agh!!!!!!! Gendis !!!
Lampu mati
Babak
2
Seting
panggung masih menggambarkan sebuah taman .
Musim kering. Lelaki itu sudah tidak berumur 17 tahun seperti saat
pertama kali bertemu kasihnya. Bukan juga 22 tahun saat ia harus kehilangan
kekasihnya. Tapi ,28 . Dan ia masih berharap.
Lelaki
itu duduk berlutut . Lampu panggung menyorot tepat pada retinanya. Sepertinya
ia tengah memutar ingatan tentang sesuatu yang pernah direkam oleh lensa
objective matanya.
Gesturisasi tunggal perubahan waktu
Gesturisasi tunggal perubahan waktu
Ronu :
Ah, sudah cukup lama juga ya aku
terpuruk. Hahaha astaga…
Ronu
berjalan menuju bangku. Kesepian. Sendirian. Ah tidak. Ada rokok dan korek
disakunya. Sembari menikmati rokok, lahan perlahan lahan ia mulai berimajinasi.
Seolah olah tengah mengobrol dengan seseorang.
Ronu :
Hai … bagaimanakah kabarmu? | yah begini begini saja lah bung | Merokok? |
(mengambil rokok) Thanks bro. Mereka masih menjulukiku sebagai kentang |
Kentang ? | Iyo KenTang. Kena Tanggung. Gantengnya tanggung, rejekinya
tanggung, otaknya tanggung, pokoknya semuanya serba tanggung lah! | Tunggu dulu
, tapi kelaminmu ndak nanggung alias tidak setengah setengah kan? | Hahaha yaa
cuma kelamin saja yang tidak nanggung |
Hahaaa, ya memang hal yang nanggung itu serba tidak enak. Aku akan bercerita
tentang gambaran kisah cintaku. Aku pernah bersetubuh dengan seorang wanita.
(mulai berimajinasi) Setiap jengkal tubuhnya begitu mempesona. Semerbak parfumnya
bak bunga jasmine yang merangsang kerja hormone dopamine pembangkit gairah seks
setiap lelaki keparat yang melihatnya. Kedua alisnya yang menggandeng membentuk
titik erotis mengundang. Sekali mengedipkan mata, beuh! Pria mana yang tak
ingin menurunkan resletingnya. Bibirnya yang merah rekah, seperti mawar yang
menarik perhatian serangga untuk segera melumatnya. Payudaranya nampak ranum ,
seranum buah mangga. Semut mana yang tidak ingin menjilatnya? Keparat mana yang
tak menginginkannya? Dan dangkal pangkal
pahanya. Ah… dengan cepat segera
kutumbuk lumpang kewanitaanya. Tapi sebelum aku orgasme, dia memintaku untuk
berhenti menumbuknya! Tanggung memang !Sesuatu yang tanggung itu memang
memuakkan. | Tunggu dulu bung, sebentar ! Sebelum kau bercerita lebih lanjut
mengenai kisah cintamu, alangkah lebih baiknya kita berkenalan terlebih dahulu.
Iskandar. | (Terheran dan bengong)
Ronu :
(Ke Penonton) Oooo rupanya kita belum kenal sama sekali. Astagaa ! Hahaha. Tapi
ya itulah lelaki. Hanya sekedar prolog bosa basi , berbagi rokok kemudian kita
bisa menarik perhatiannya. Sebenernya konsepsi menarik perhatian wanita juga
sedikit sama. Sekedar prolog bosa basi, berbagi tapi bukan rokok ya. Kalaupun
rokok, itu lain persepsi.
Tapi justru yang menjadi masalah adalah dikalimat berbaginya. Ya kalau mau berbagi susah. La kalau maunya berbagi uang, mobil, rumah? Repot juga kan. Hah! Wanita… wanita…
Tapi justru yang menjadi masalah adalah dikalimat berbaginya. Ya kalau mau berbagi susah. La kalau maunya berbagi uang, mobil, rumah? Repot juga kan. Hah! Wanita… wanita…
Ronu
kembali duduk dan menikmati rokoknya. Hanya rokok. Sepi. Sendirian. Ah tidak.
Rupanya ada sebotol anggur di tasnya.
Ronu :
Apakah kalian pernah mabuk? Aku juga belum pernah, kalian mau? Tunggu sebentar.
Diambilnya
gelas aqua yang tergeletak dihadapanya. Ia menuangkan. Menawarkan . Meneguk.
Ronu :
Aaaah. Mabuk yang pertama adalah mabuk yang paling memabukkan. Cinta pertama adalah cinta yang paling
memabukkan. Apakah kalian pernah mabuk? Aku juga belum pernah. kalau begitu
mabuklah denganku
Ronu kembali meneguk anggurnya
Ronu :
Aaah. Mabuk yang kedua adalah mabuk yang lebih memabukkan. Cinta kedua, jauh
lebih memabukkan. Apa kalian pernah mabuk yang ketiga kalinya? Aku juga belum
pernah. Kalau begitu, mabuklah bersamaku.
Lagi dan lagi, Ronu kembali meneguk
anggurnya
Ronu :
Aaah. Bangsat! Ternyata mabuk ke tiga jauh lebih memabukkan! | Ronu, apa kau mau mabuk lagi? | Gendis? Iya,
aku mau. Aku mau lagi gendis | Minumlah terus Ronu, jangan berhenti mabuk.
Imajinasi
berlebihan. Atau hanya sekedar menarik empati publik? Lahan perlahan lahan ,
empati dan simpati mulai berdatangan.
Satu per satu fade in : Kasid , cipluk , mentik , igu
Satu per satu fade in : Kasid , cipluk , mentik , igu
Ronu :Kemudian
berulang ulang ulang ulang kali ia menuangkan anggur kedalam gelasku. Dari
tuangan pertama , kedua, ketiga hingga entah yang keberapa. Hingga entah mabuk
yang keberapa. Yang jelas aku benar benaar dibuat mabuk olehnya!
Candu. Gendis benar benar membuatku menjadi seorang pecandu ! Sebagai pecandu, ndak mungkin dalam sekedipan mata, aku bisa menghindari minuman anggur itu. Butuh waktu yang lama dan perlahan lahan. Dan itu sudah barang tentu sangat menyiksa !
Tapi dengan kejamnya, Gendis berhenti menuangkan minuman anggurnya ke gelasku. Gendis berhenti menuangkan cintanya kedalam cawan hatiku ! Candu, akulah pecandu cinta Gendis yang harus berhenti mabuk dalam seketika! Biadab !
Dan yang lebih kejamnya lagi, dia menuangkan anggur cintanya ke dalam cawan hati Arjun yang terbuat dari emas! Tidak seperti cawanku, yang hanya sebuah gelas aqua! Saat aku tanya alasan dia lebih memilih arjun, dia berkata. Karena kau adalah seorang pemabuk dan penjudi. Aaaaah Bulshit kau gendis. Bilang saja karena Arjun berpangkat! Dasar wanita bermata hijau, berotak uang , bermulut dusta , memang bangsat ! Pengejar pangkat keparat! Keparat ! Keparat ! Bangsat ! Bejat ! Aaaaaaaagh!
Candu. Gendis benar benar membuatku menjadi seorang pecandu ! Sebagai pecandu, ndak mungkin dalam sekedipan mata, aku bisa menghindari minuman anggur itu. Butuh waktu yang lama dan perlahan lahan. Dan itu sudah barang tentu sangat menyiksa !
Tapi dengan kejamnya, Gendis berhenti menuangkan minuman anggurnya ke gelasku. Gendis berhenti menuangkan cintanya kedalam cawan hatiku ! Candu, akulah pecandu cinta Gendis yang harus berhenti mabuk dalam seketika! Biadab !
Dan yang lebih kejamnya lagi, dia menuangkan anggur cintanya ke dalam cawan hati Arjun yang terbuat dari emas! Tidak seperti cawanku, yang hanya sebuah gelas aqua! Saat aku tanya alasan dia lebih memilih arjun, dia berkata. Karena kau adalah seorang pemabuk dan penjudi. Aaaaah Bulshit kau gendis. Bilang saja karena Arjun berpangkat! Dasar wanita bermata hijau, berotak uang , bermulut dusta , memang bangsat ! Pengejar pangkat keparat! Keparat ! Keparat ! Bangsat ! Bejat ! Aaaaaaaagh!
Ronu
kembali menghisap rokoknya. Menenangkan diri. Meraba bangku.
Ronu :
Pada sebuah bangku , Gendis duduk disana sebagai wakil rakyat. Semakin ironis saja negeri kita ini… La
bagaimana tidak? Mereka yang duduk dibangku sana, semata mata hanya karena
faktor finansial . Mana ada dijaman sekarang pemimpin yang ingin memimpin!
Halah apalagi membawa perubahan! Perubahan menuju korupsi yang lebih aman?
Tidak pemimpin tua, pemimpin muda apalagi. Semuanya sama saja! Ya… begitu lah
yang namanya buah karbitan. Masak mendadak, busuk pun tidak menunggu besok. La…
piye, wong modal ijasah tidak pakai alamat , boro boro punya pangkat. Ujung
ujungnya semen dan batu juga dijilat.
Ujare para winasih , yen saiki jaman edan. Sing ra ngedan ora keduman. Begja begjaning manungsa sing eling lan waspada.(nyanyi)
Gila ! Orang yang benar benar gila, bukanlah orang yang biasa kita sebut gila! Melainkan orang yang menggila pada dunia. Dengan menggila mereka bisa mendapatkan semua didunia ini. Termasuk imaji.
Ujare para winasih , yen saiki jaman edan. Sing ra ngedan ora keduman. Begja begjaning manungsa sing eling lan waspada.(nyanyi)
Gila ! Orang yang benar benar gila, bukanlah orang yang biasa kita sebut gila! Melainkan orang yang menggila pada dunia. Dengan menggila mereka bisa mendapatkan semua didunia ini. Termasuk imaji.
Roda pemerintahan hanya menelindas
nasib nasib rakyat. Isu isu keserakahan pemimpin negeri ini sudah tidak asing
lagi ditelinga kita. Sudah bukan menjadi momok. Dan sudah tidak ada kepedulian
lagi bagi rakyat rakyat seperti kami untuk menanggapinya.Begitu banyak nama
koruptor di negeri ini. Lebih banyak daripada nama pahlawan yang gugur dalam
medan perang. Aku tidak terlalu mengurusi siapa mereka. Toh aku tidak kenal
dengan para koruptor itu.Tapi yang ini berbeda. Isu kali ini berbeda. Aku
mengenalnya. Dekat.
Kasid , cipluk , mentik , igu semakin
tertarik dengan pembicaraan Ronu.
Ronu :
Ini ada hubunganya dengan ketidak jelasan lahan bengkok didesa ini. Banyak
buruh petani di desa kita yang menganggur karena ketidak jelasan perkara ini.
Jika buruh petani desa ini menganggur, bagaimana bisa mereka menyekolahkan anak
anak mereka. Jika sampai anak anak putus sekolah, berapa ratus juta penduduk
miskin akan terdata kelak? Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Angka
kemiskinan boleh bertambah asal jangan berkali lipat! Apalagi karena
keserakahan para pemimpin negeri. Cih.
Dengar dengar ada seorang investor yang seenak jidatnya saja menginvestasikan lahan bengkok desa kita. O…rupanya mulai ada keserakahan disini. Mulai tercium bau bau busuk buah karbitan disini. (mencari datangnya bau)
Dengar dengar ada seorang investor yang seenak jidatnya saja menginvestasikan lahan bengkok desa kita. O…rupanya mulai ada keserakahan disini. Mulai tercium bau bau busuk buah karbitan disini. (mencari datangnya bau)
Kasid
, cipluk , mentik , igu pun mengikutinya. Ronu dan mereka mengendus seperti
anjing,lalu berkumpul, seperti telah
mendapatkan sumber kebusukan. Ketika mereka berbalik arah ke penonton, mereka
telah mengenakan topeng . Siasatpun sepertinya siap melesat.
Ronu :
Sepertinya arah sumber kebusukuan telah ditemukan.
Lampu mati
Babak 3
Diruang
tengah. Hangat . Ah tidak , dingin. Dua orang tengah duduk diruang tengah yang
hangat , dengan hati yang dingin.
Adegan 1
Gendis :
Menyogok saja
Arjun :
Itu bukan jalan keluar
Gendis :
Membiarkan aku terus menerus terlilit masalah ini , apakah itu juga jalan
keluar?
Sudahlah. Menyogok saja
Sudahlah. Menyogok saja
Arjun :
Itu bukan jalan keluar
Gendis :
Menyogok bukan berarti kita lepas masalah. Hanya saja agar masalah ini tidak
terlalu berkepanjangan !
Arjun :
Itu bukan jalan keluar
Gendis :
Untuk bisa melewati persidangan ini, kita harus bisa menghadapi pertanyaan
pertanyaan hakim itu. Hakim akan bersikap adil.
Arjun :
Jika hakim itu adil, apa masih kau ingin menyogok nya?
Gendis :Lo,
Justru hakim akan lebih bertindak adil jika kita menyogoknya. Konsepsi keadilan
dan kebaikan. Bahwa jika seseorang memberikan kebaikan, ia berhak mendapatkan
kebaikan yang sama. Jika kita memberikan uang jajan kepada hakim itu, kita
berhak mendapatkan sedikit bantuanya. Itu hal yang adil. Dan itu lah yang
disebut keadilan.
Arjun :
Ini bukan persoalan itu !
Gendis :
Halah ! Itu bukan jalan keluar ! Ini bukan persoalan itu ! Itu bukan ini ! Ini
persoalan yang tak sederhana !Agh ! Muak aku.
Arjun :
Ketimbang aku harus membayar sogokan kepada hakim itu, lebih baik aku mengganti
saja lahan desa yang kau investasikan ke penipu !
(jeda)
Berkali kali kali aku katakan, ini bukan persoalan bagaimana perkara itu harus diselesaikan. Tapi ini persoalan bagaimana agar istriku berhenti berinvestasi dan berbisnis yang tidak jelas !
Heran. Benar benar heran dengan jalan pikiranmu ! Aku hanya ingin kamu menjadi ibu rumah tangga yang mengurus anak dan suami. Hanya itu !
Memasak , memandikan anak, menyiapkan seragam setiap pagi. Aku masih sanggup dan sangat sangat sanggup menafkahi kamu.Tidak perlu kamu menjadi DPR. Tidak perlu juga kamu mencari uang dengan investasi ataupun bisnis bisnis mu yang tak jelas itu !
(jeda)
Berkali kali kali aku katakan, ini bukan persoalan bagaimana perkara itu harus diselesaikan. Tapi ini persoalan bagaimana agar istriku berhenti berinvestasi dan berbisnis yang tidak jelas !
Heran. Benar benar heran dengan jalan pikiranmu ! Aku hanya ingin kamu menjadi ibu rumah tangga yang mengurus anak dan suami. Hanya itu !
Memasak , memandikan anak, menyiapkan seragam setiap pagi. Aku masih sanggup dan sangat sangat sanggup menafkahi kamu.Tidak perlu kamu menjadi DPR. Tidak perlu juga kamu mencari uang dengan investasi ataupun bisnis bisnis mu yang tak jelas itu !
Gendis :
Bisnis itu jelas!
Arjun :
Jelas kau tertipu!
Ah sudahlah , Aku ada urusan dikantor.
Ah sudahlah , Aku ada urusan dikantor.
Gendis :
Lo,Ini hari minggu pah.
Arjun :
Urusan pribadi. Sangat pribadi. Sangat penting.
Gendis :
Dengan baju santai seperti itu?
Arjun :
Sudah aku bilang , ini urusan pribadi. Tidak masalah memakai baju seperti ini
Gendis :
Tapi itu kan urusan penting! Jadi urusanmu itu urusan pribadi ? atau urusan
penting? Atau sekedar mengada ada?
Lalu apa masalah kita ini bukan masalah pribadi dan penting?
Lalu apa masalah kita ini bukan masalah pribadi dan penting?
Arjun :
Aku pergi.
Fade out Arjun
Gendis duduk terpaku.
Adegan
2
Fade in Gesturisasi tunggal suara hati gendis
Gendis :
Tidak pernah lagi dia peduli dengan permasalahanku. Tidak pernah pula dia
peduli berapa hektar tanah yang ku lahap.Jika aku bersedia untuk fokus
mengurusi dia dan anak kami, belum tentu juga dia akan perhatian padaku. Nampaknya sudah tak ada lagi tanda cinta .
Adegan 3
Fade
in demonstran bertopeng (gesturisasi
puisi)
Suara
yang ditakuti oleh para pejabat bukanlah suara ketukan palu yang bisa mereka
beli, bukan juga suara dering Telphone kantor kejaksaan . Tapi suara ini…
(kontemporer puisi)
(kontemporer puisi)
Demostran :Turunlah Kau … Turunlah kau… Turunlah kau…
Turunlah kau… Turunlah Kau … Turunlah kau…
Kasid :Dibawah
pohon beringin , kami tertidur terkapar kapar lapar kelaparan
Cipluk :Dalam
ikatan rantai kemakmuran kami terikat terjerat terlilit kesengsaraan
Mentik :Dalam
poster padi kapas, kami hanya menjadi figur keibaan semata , nasib kami hanya
menjadi momok yang kemudian tergulung dengan rapihnya.
Igu :Dalam
kepakan sayap garuda , kami diterbang ombang ambingkan dalam kebijakan
pemerintah
Cipluk :
Dalam cengkraman Garuda , bukan lagi pita bhineka tunggal ika. Tapi leher kami
yang menjadi cengkramannya. Menyekik!
Mentik :
Dalam tanduk banteng lambang persatuan kami mencarinya. Namun kami terseruduk
tanduk terduduk tunduk.
Ronu :Kami
dengan kulit hitam kelam penuh suram
Igu :
Bercaping dan hanya bersembunyi dibaliknya
Kasid :Bibir
kering tersungging tawa getir
Cipluk :
Mata kami terbelalak tapi hak hak manusia tak dapat kami lihat
Mentik :Kami
yang konon patriot negeri tapi selalu tak mengerti tentang keadaan negri
Igu :Dan
kami yang hanya mampu melihat beribu ribu ribu demonstran berteriak dan beraksi
didepan publik . Membela kami tanpa mau mengerti kami.
Adegan
slow motion
Demonstran :Ya, kami . Tersisih dalam derap laju ambisi
Terlupakan dalam kebijakan birokrasi
Terkubur dalam negosiasi politisi
Terjerat dalam hak yang konon berazaskan kemanusiaan!
Hei kau pemimpin kami
Kau berjanji kau berjanji kau berjanji kau berjanji kau berjanji (mengelilingi gendis dan suara hatinya)
Terlupakan dalam kebijakan birokrasi
Terkubur dalam negosiasi politisi
Terjerat dalam hak yang konon berazaskan kemanusiaan!
Hei kau pemimpin kami
Kau berjanji kau berjanji kau berjanji kau berjanji kau berjanji (mengelilingi gendis dan suara hatinya)
Suara hati : Aghhhh
Gerak
kembali normal
Fade out suara hati
Adegan
4
Gendis :
Perkara apa ini? Ha?
Demonstran : (bingung) sebenarnya ada apa? Ada apa sebenarnya?
Ronu :
(membuka topeng, gendis kaget)Jangan menjadi kura kura Ibu gendis. Sudah
menjadi momok tentang keserakahanmu,
hingga kami tidak dapat lagi mencari cacing penyambung nafas di lahan desa kami
sendiri.
Demonstran : Nah … itu perkaranya!
Gendis :
Oh perkara itu. Kembali lagi nanti siang. Suamiku akan menggantinya.
Ronu :
Tidak bisa.
Demonstran : Iya tidak bisa!
Gendis :
Tidak bisa?
Demonstran : Tidak bisa kenapa? Kenapa tidak bisa?
Ronu :Masalah
belum selesai. Selalu. Selalu saja kau meremehkan dan meninggalkan masalah
begitu saja. Apa itu etika pejabat menyelesaikan sengketa?Meninggalkan semua
janji yang terucap. Daan..
Meninggalkan kekasihmu pada sebuah taman di sore hari(lirih)
Meninggalkan kekasihmu pada sebuah taman di sore hari(lirih)
Gendis :
Jangan membawa urusan pribadi di depan mereka. Lagipula kau yang meminta aku
pergi saat itu!
Ronu :
Karena hatimu telah pergi. Hatimu telah tertutupi nafsu keserakahan. Hanya uang
yang ada di otakmu. Kau pergi, mengejar pangkat setinggi tingginya. Duduk di
dewan kehormatan. Lalu lihat sekarang dirimu, menjilati semen , aspal ,
bangunan dan lahan rakyatpun kau lakukan. Biang kerok kesengsaraan negeri.
Gendis :
La terus aku harus menjilati kartu judi dan meneguk alcohol sepertimu?
Menghabiskan harta keluarga? Menjadikan mereka jatuh miskin? Lalu setelah
miskin, aku harus menyalahkan pemerintah ? berkoar dibelakang? Bergantung pada
pemerintah dan menyalahkanya? Mengkambinghitamkan sistem pemerintah sebagai
penyebab kemiskinan Negara? Atau itu semata mata karena kecemburuan tidak
pernah mendapat kesempatan untuk menjilati aspal dan batu?
Ronu :
Cemburu? Aku lebih bangga menjadi penjudi dan pemabuk. Menghabiskan harta
keluargaku. Yang penting ndak memakan uang orang banyak . Tidak mengombang ambingkan nasib orang
banyak. Bahkan mereka yang dulunya tetangga tetanggamu-pun , harus menjadi
korban keserakahanmu?
Gendis :
Yow is lah !Lagipula..Korupsi itu kewajaran! Hakikat manusia. (canggung)
Ronu :
Kewajaran yang bagaimana gendis?Kau benar benar ndak pantas menjadi pejabat
negeri ini . Hati nuranimu sudah tidak
ada lagi.Wis mati!
Gendis :
Mbok pikir kamu menganggap dirimu bersama kawanan petani ,nelayan, dan pemulung
pemulung itu ,pantas menjadi pejabat? Modal apa? Nurani?
Ronu :
Justru sekarang petani , nelayan dan pemulung jauh lebih pintar! Mereka bisa
membuat kamu kaya raya, tapi kamu, pejabat, ndak bisa membuat mereka sejahtera.
Demonstran : Nah itu dia! Tidak becus! Tidak sanggup. Tidak
mampu.
Gendis :
Kau boleh pergi sekarang Ronu.
Ronu :
Kalau kelakon jadi mentri pendidikan , program terpenting adalah merubah
kurikulum pendidikan. Mata pelajaran matematika dicoret, karena tidak
bermanfaat.
Demonstran : Nah itu dia!
Gendis :
Ronu , cukup.
Ronu :
Hasil survey menunjukan bahwa 90% pejabat tidak bisa berhitung! Matematika akan
diganti dengan mapel etika korupsi. Mata pelajaran ekonomi akan diganti dengan mapel nurani
bermasyarakat.Agar esok para pejabat negeri punya etika , nurani dan pandai
berhitung. Tidak sepertimu.
Demonstran : Nah itu dia!Tidak sepertimu
gendis.Tidak sepertimu gendis. Tidak sepertimu gendis.
Gendis :
Aaaaagh…. Bibi …..
Suara gong.
Adegan
5
Adegan
freez
Dibalik
siluet , bayang sosok tetiba itu lagi lagi muncul
Bibi : Mingkar-mingkuring angkara
akarana karenan mardi siwi
sinawung resmining kidung
sinuba sinukarta
mrih kretarta pakartining ilmu luhung
kang tumrap ing tanah Jawa
agama ageming aji (macapat : serat wedhatama)
Hidup di dunia ini tidak usah saling menyalahkan , saling merendahkan. La wong semua sama sama salah, semua sama sama rendah.
Rakyat negeri kita memang hanya bisa menyalahkan keadaan , berkoar dibelakang , mengkritik tanpa solusi. Karena mereka bodoh.
Tapi apa bedanya dengan pejabat negeri ini? Berhitung saja tidak bisa. Ijasah saja salah alamat. Nurani pun tidak punya. (nyanyi)
Kalau di fikir fikir, rakyat dan pemimpin itu sama sama bodohnya. Juga sama sama sedikit pinternya.
Saat pejabat korupsi , rakyat berteriak teriak. Karena rakyat tidak mendapatkan kesempatan untuk korupsi. Karena tidak ada yang bisa dikorupsi juga.Tapi ketika ada peluang, ya korup juga.
Orang bejat yang suka berjudi , mabok , apa bedanya dengan orang keparat yang berambisius mengejar pangkat? Sama sama memikirkan kenikmatan duniawi.
Ojo katungkul uripe… Lan ojo duwe kareman, marang pepaes donya.
Walaupun kalian tidak jadi nikah, kalian tetap jodoh. Jodoh rakyat pemimpin. Sifatnya sama.
akarana karenan mardi siwi
sinawung resmining kidung
sinuba sinukarta
mrih kretarta pakartining ilmu luhung
kang tumrap ing tanah Jawa
agama ageming aji (macapat : serat wedhatama)
Hidup di dunia ini tidak usah saling menyalahkan , saling merendahkan. La wong semua sama sama salah, semua sama sama rendah.
Rakyat negeri kita memang hanya bisa menyalahkan keadaan , berkoar dibelakang , mengkritik tanpa solusi. Karena mereka bodoh.
Tapi apa bedanya dengan pejabat negeri ini? Berhitung saja tidak bisa. Ijasah saja salah alamat. Nurani pun tidak punya. (nyanyi)
Kalau di fikir fikir, rakyat dan pemimpin itu sama sama bodohnya. Juga sama sama sedikit pinternya.
Saat pejabat korupsi , rakyat berteriak teriak. Karena rakyat tidak mendapatkan kesempatan untuk korupsi. Karena tidak ada yang bisa dikorupsi juga.Tapi ketika ada peluang, ya korup juga.
Orang bejat yang suka berjudi , mabok , apa bedanya dengan orang keparat yang berambisius mengejar pangkat? Sama sama memikirkan kenikmatan duniawi.
Ojo katungkul uripe… Lan ojo duwe kareman, marang pepaes donya.
Walaupun kalian tidak jadi nikah, kalian tetap jodoh. Jodoh rakyat pemimpin. Sifatnya sama.
Gong berbunyi.Gerak
kembali normal
Kasid : Oh…. Jadi kalian ini jodoh?
Cipluk :Jadi
jodohkah kalian berdua? Oooh
Mentik :Jadi
kalian berdua jodoh? Oooh
Igu :Kalian?
Ooooooh jodoh ya?
Kasid :Jodoh?
Jadi kalian? Oooo
Igu :Oh…..
kalian ini , jadi jodoh?
Fade out Demonstran
Lampu mati
Adegan 6
Gesture oleh Gendis dan
Ronu. Diikuti oleh Burisrawa dan Rara Ireng dari balik siluet.
Gendis Ronu : Bibi mengibaratkan kami
adalah cermin. Memiliki sifat bayangan yang sama. Ketika aku sedang bercermin,
aku melihat sosoknya dalam diriku. Dan kini , aku percaya. Bahwa kau adalah
Jodohku !
Jodohku….. Jodohku….. Jodohku…. (gema)
Jodoh rakyat pemimpin.
Jodohku….. Jodohku….. Jodohku…. (gema)
Jodoh rakyat pemimpin.
Fade in Bibi
Bibi : Kalian memang
Jodoh . Hoaaaam .
*******
No comments:
Post a Comment
silahkan masukkan komentar. pesan, saran maupun kritik untuk BEZPER tercinta