2.6.22

Dokumentasi Karya

Derai Tuba
Karya : Zila asal Calya

Sejak bahagianya terkutuk peluk 
Atmanya tak lagi terbit
Dahaganya gersang bahunya tertekuk
Semua rasa kini hanya bersisa pahit

Bermandikan kelabu di ujung pagi
Mataharinya tak kunjung bersemi
Berlutut masygul akan segala pinta
Mencabar harsa yang hirap terbelangga

Sejak bahagianya terkutuk peluk
Segala camar enggan betanggar
Hanya derapan langkah yang bergegas 
di jalan penuh cemas
Sejak bahagianya terkutuk peluk
Semua tawa berganti derai tuba



Aku Tidak Apa-apa
Karya : Nur Yahya Himi'ana

Aku tidak apa-apa
Meski kini ragaku kau cekik tak berdaya
Kau kurung dalam jeruji kasat mata
Terjerat oleh rantai putus asa
Tertancap kata tajam bak pedang yang kau keluarkan begitu saja

Kudengar cinta itu sakral
Bukan sembarang asal
Hubungan ini harusnya timbal balik
Tapi selama ini hanya dari satu titik

Aku tidak apa-apa
Sebab mengekang dan dikekang sekarang perkara biasa
Mengalah juga menjadi prioritas utama
Tak peduli seberapa egois dan muluk hasratmu berdahaga

Sumpah manismu ternyata bualan belaka
Ironinya aku tetap tersipu kala mendengarnya
Bohongmu semakin terpampang nyata
Bilangmu demi kebaikan kita bersama

Ucapmu atas nama cinta
Padahal hanya kegandrunganmu saja yang tak biasa
Aku selalu tergugah untuk mengakhiri semua
Namun, masih kupercaya
Kau dapat berpulang seperti sedia kala

21.3.22

Selamat Hari Puisi Sedunia

UANG

Oleh : Dea Intan Cahyani

Semua orang menginginkanmu
Semua orang membutuhkanmu
Tujuan manusia adalah mencarimu hingga memilikimu
Dunia ada padamu
Engkau sumber kebahagiaan
Namun ...
Engkau juga enjadi sumber kesedihan
Engkau bisa merubah segala bentuk kemustahilan
Menjadi sebuah keajaiban
Hati pemiliknya bisa kau ubah
Menjadi seekor semut baik hati
Atau ...
Menjadi seekor serigala tamak
Mencari dan mendapatkanmu
Seperti mencari jarum dalam jerami
Menghabiskan dan menggunakanmu
Merupakan hal paling mudah


PASRAH

Oleh : Hesti Nuralia

Lelah. . .
Aku bingung harus apa
Aku ingin sudahi semua ini
Dengan semua beban pikiran ini
Rasa gundah ini. . .
Rasa resah ini. . .
Langit aku sudah lelah dengan semua ini
Beban yang ada ini cepatlah usai
Aku ingin terbang bebas tanpa beban
Tanpa ada yang mengganggu
Aku ingin marah tapi pada siapa?
Entahlah. . .
Jalan terbaik hanya bisa ku serahkan kepada Tuhan
Mungkin saat ini. . .
Hanya bisa memperbaiki
Sebelum menjadi abu dan hancur lebur
Aku hanya bisa berharap. . .
Semoga Tuhan memberi jalan yang terbaik untuk ku

27.4.20

HARI PUISI NASIONAL

BUMI KITA

Karya: Anggun Rizqiya

 

Bumi yang kau kira indah

Tak sedikit menyimpan nista

Hijau dan lestari hanyalah bekala

Ketentraman yang kau harap tak lagi ada

 

Alam teranjam

Mengikis harapan

Menelan keselarasan yang dijarah keserakahan

Alam berteriak, merintih kesakitan

Kaulah pelakunya

Kaulah sang perusak!

Tolong jagalah bumi kita

 



LESTARI

Karya: M. Reza Aprilian

 

Dedaunan menari bersama angin

Terpapar hangatnya sang mentari

Tutup kepala berupa caping

Selalu temani tuk melindungi

 

Tangan kasar tak dihiraukan

Sebab menjaga adalah kewajiban

Alam generasi tetap merasakan

Alam yang ranum nan rupawan

 

Alam itu begitu unik

Seunik rasa sayang yang menggelitik

Lanjutkan pertanian organik!

Karena alam tak boleh tercekik

28.4.19

HARI PUISI NASIONAL

Ruang
Oleh Luthfia Fatimatuzzahro
Gelap...
Sendiri, aku menyelinap
Dingin rasa dengan pecahan kaca
Kurasa ini sampah-sampah rasa
Denganku...
Aku, disini, untuk itu
Menata kaca dengan jemariku kujadikan ratu
Setelah itu..
Ruang itu...
Kujadikan milikku
Ruang hatimu...


Waktu Itu
Oleh : Dewi Wiji
Waktu itu, aku tak menegrti
Mengapa? Apa? Bagaimana Bisa?
Entahlah, akupun tak menyukai
Juga tak membenci
Hingga akhirnya, aku memutuskan
Bahwa waktu itu, telah membuktikan
Bahwa ketidaktahua, membuatku buta, tuli
Hingga tak berani melangkah
Berhenti? Atau pergi?
Salah !
Ternyata, waktu itu adalah sebuah kesempatan
Mengenal, dikenal
Mengerti, dimengerti
Memahami, dipahami
Merasa, walau tak dirasa..
Semua itu membuktikan
Bahwa waktu itu adalah kebahagiaan yang tak tergantikan
Kebahagiaan yang takan mungkin kutemukan
Jika aku menyerah, pasrah, dan pergi begitu saja
Tidak !!....
Kalian harus tau !
Dengarkan ! Aku ingin dunia tahu
Aku berjuang untuk tidak menyerah
Namun,
Ah. Sudahlah ! aku merindukan waktu itu
Kebersamaan, yang mencipta keluarga baru
Terimakasih
Waktu itu


Penjilat dan Penghisap
Oleh : M Irfan
Luang dalam waktu
Membenci tapi menjunjung
Menolak tapi mendekat
Wahai penjilat bajingan
Akankah kau terus begitu
Menjilati bumi yang mencair
Bagai eskrim dalam corong
Kau gerogoti hingga dalam
Isi dan cairan kau hisap habis
Seolah tak puas akan dunia
Yang kini menua
Duhai alam, akankah kau menjawab
Panggilan yang membuatmu marah
Pada penghisap yang tak terpuji